Senin, 03 Mei 2010

kenyataan yang menyakitkan (part II)




beberapa bulan setelah Quinza mengunjungi makam Raka. Quinza mengalami kecelakaan mobil, yang menewaskan Ayah dan Ibunya. keadaan Quinza sangat kritis dan belum siuman dari komanya itu. Kakek Quinza sudah menyerah karena selama berbulan-bulan Quinza tidak kunjung bangun dan menunjukkan tanda-tanda akan siuman.

Kakek'pun berkata..

Kakek: cabut saja Dok, alat-alat yang membantu Quinza tetap hidup.. sudah tidak ada guna lagi, Dok.
Dokter: tapi Pak? kemungkinan Quinza bangun sangat besar, Pak. sayang sekali kalau alat-alat yang membantu saudari Quinza di cabut.
Kakek: saya sudah tidak sanggup melihat Quinza seperti ini. saya mau dia tenang, dia ikut menyusul kepergian Ayah dan Ibunya.
Dokter: hem, begini saja Pak. bagaimana kalau kita berikan waktu 1 bulan. jika benar dalam waktu 1 bulan saudari Quinza tak kunjung siuman. maka, Bapak dapat mentanda-tangani surat perjanjian pencabutan alat-alat yang ada di tubuh saudari Quinza. bagaimana?
Kakek: *menghela nafas* baiklah..

semenjak saat itu, Kakek sudah sangat jarang sekali datang ke rumah sakit untuk menyemangati Quinza untuk siuman.. Quinza seperti mumi.. sudah tidak sanggup bangun dari masa koma'nya.

tetapi pada suatu hari...

Dinta, Rizuka, dan Felix datang ke rumah sakit untuk menjenguk Quinza..

Dinta: ya Tuhan. Quinza.. *menangis*
Felix: *memeluk Dinta*
Rizuka: *berlutut di samping tubuh Quinza*

Rizuka: Zaa, cepet bangun yah.. jangan tinggal gw, Dinta, sama Felix. gw yakin lo bisa ngadepin ini.. dan pastinya sama gw dan yang lainnya. dan inget Za, ga bakalan kita ninggalin lo gitu aja. lo sahabat kita. sahabat yang paling kita sayang. please, bangun! gw mau liat lo ketawa lagi.. bukannya terbaring lemas ga berdaya. gw ga tega liatnya *sedih*
Dinta: Quinzaaaaaa.. bangun Zaaa! bangun!
Felix: sabar Ta. mungkin belum saatnya Quinza bangun.. kita bantu lewat do'a aja.

Rizuka dan Dinta mengangguk mengerti.. selama beberapa menit mereka berdo'a demi keselamatan Quinza..

tiba-tiba Quinza membuka matanya, mengerjapkan kelopak matanya 1 kali, 2 kali, lalu melihat ke arah mereka bertiga yang berada di sebelah kiri tempat tidurnya berada. Quinza tersenyum lalu meneteskan air matanya, seketika Felix menelfon Kakek Quinza.

Felix yang sibuk menelfon dengan rasa lega. Dinta yang langsung memeluk Quinza yang masih terlihat lemah tetapi bahagia. dan Rizuka dengan tampang cool dan cueknya itu, hanya tersenyum sambil menyila tangannya di depan dadanya. akhirnya.

***

2 minggu setelah Quinza sadar...

Quinza: Kek.. anterin Ana ke makam Papa-Mama dong. udah lama banget Ana ga nengok mereka. bolehkan?
Kakek: *kaget*
Quinza: Kakek?
Kakek: ha? tentu saja boleh. kapan Ana mau kesana?
Quinza: asiiiiik~. hem, besok pagi gimana? sekalian Ana mau ke makam Raka.. *tersenyum, tidak terlihat tampang sedih. ikhlas*
Kakek: Ana yakin mau ke makam Raka?
Quinza: yakinlah Kek. udah lamaaaaaaaa banget Ana ga kesana. padahalkan Ana janji mau kesana terus. nemenin Raka yang kesepian. *tersenyum. benar-benar enteng*
Kakek: okelah. tapi janji sama Kakek. ga ada lagi tangisan selain besok. gimana? Janji? *mengulurkan kelingkingnya*
Quinza: JANJI KAKEEEEEEEEEEEK *melilitkan kelingkingnya di kelingking Kakek*

keesokan harinya......

Quinza sampai di pemakaman tempat Ayah dan Ibunya di makamkan. ternyata tidak begitu jauh dari pemakaman Raka, batin Quinza.

Quinza: Kek. Kakek tunggu di mobil aja yah! *tersenyum*
Kakek: *mengangguk*

Quinza berjalan ke arah 2 makam yang terdapat di pojok pemakaman itu. begitu sejuk, indah, dan asri. tidak begitu jauh dengan keadaan di makam Raka.

Quinza: Ma, Pa. Ana sekarang udah jadi anak yang kuat. Ana udah ga mau nangis lagi, Ana tau berat banget sebenarnya buat ga nangis. tapi Ana coba. dan Ana yakin. Ana bisa. Ana juga mau berterima kasih sama Mama dan Papa karena udah ngerawat Ana dari kecil sampai sekarang. Ana ga tau gimana caranya berterima kasih untuk hal ini selain berdo'a untuk kebahagian kalian di sana. dan Ana janji. Ana bakalan sering-sering kesini, walaupun akhir-akhirnya dilarang juga sama Kakek karena takut bikin Ana ngedrop kayak waktu itu.

lanjutnya lagi

Quinza: Ma, Pa. tolong support Ana dari sana yah! Ana sangat butuh dukungan kalian. Ana mau, walaupun kalian udah ga ada di dunia ini.. tapi kalian masih ngedukung Ana lewat alam lain. alam yang berbeda dari Ana. alam yang begitu indah dan jauh di bandingkan alam yang Ana pijaki ini. Ana janji, Ana ga bakalan ngerepotin Kakek. kan Ana juga udah besar, udah mandiri dan udaaah.. hem, apa yah? haha, Ana sayang kalian. tenang yah di alam sana. Ana bakalan sangat amat kangen sama kalian berdua. sekali lagi terima kasih Ma, Pa buat semuanya. Ana permisi dulu yah. Ana masih harus ke makam tempat Raka. dadah Mama, Papa.

Quinza meninggalkan sebucket bunga mawar putih di atas makam kedua orang tuanya itu. dengan tampang tenang ia memasuki mobilnya. Kakek bingung setengah mati karena tidak ada air mata yang menetes dari kelopak cucu semata wayangnya ini. Kakek'pun bertanya...

Kakek: Ana kok ga nangis?
Quinza: ha? hahaha. pertanyaan yang konyol.. engga'laaaaaah~ Ana udah ga mau nangis-nangis lagi *tersenyum. manis sekaleeee*
Kakek: ohh *tetap bingung. -_-" ckckck*

mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan sebuah pemakaman. Quinza turun lagi dan tetap sendirian.

Quinza sedikit berlari ke arah sebuah makam yang terlihat sangat terawat.

Quinza: Rakaaaaaa.. udah lama banget yah Quinza ga kesini? hehe. maaf banget yah. Raka pasti tau'kan kalo Quinza abis kecelakaan mobil dan... yaah begitulah. hem, sudah lupakan *tersenyum*

lanjutnya lagi

Quinza: Quinza kangeeeeeeen banget sama Raka! Raka kangen ga sama Quinza? hem, Quinza harap Raka juga kangen Quinza! hahaha. Raka apa kabar? Quinza alhamdulillah baik.. Raka, boleh curhat ga yah? hehe. Quinza masih susaaaah banget ngelupain Raka. Raka masih ngisi hati Quinza. sepenuhnya malah. tapi sebenernya Quinza udah ikhlas atas kepergian Raka yang mendadak beberapa bulan yang lalu.

ia berhenti berbicara karena melihat setangkai bunga mawar putih yang sudah layu karena berbulan-bulan tertancam di sana. masih ada, batin Quinza berbicara lalu tersenyum gembira

Quinza: Ka, Quinza kangen chattingan sama Raka di facebook. pas pertama kali kita kenalan itu looh! hihi.

tidak sengaja air matanya jatuh membasahi pipinya yang halus itu

Quinza: huaa, kok Quinza nangis sih? padahalkan Quinza udah janji ga mau nangis lagi. heem, untuk kali ini aja deh yah? *tersenyum*. let me cry for the last. I promise, I don't cry again. thank you before. Raka Putra Pratama, kita bener-bener di batasi ruang dan waktu yah. ga ada lagi komunikasi lagi di antara kita. dunia bener-bener misahin kita gitu aja. bener-bener jahat. coba kita masih bisa berkomunikasi. banyaaaaaak banget yang Quinza mau ceritain ke Raka. dan pasti Raka langsung meluk Quinza pas denger cerita Quinza yang itu. kalo boleh ngulang waktu, Quinza mau banget waktu kita di perpanjang dan di perlambat. jangan sampe kejadian Raka meninggal terjadi. Quinza ga mau itu sebenarnya, tapi ternyata Tuhan berkata lain. permintaan Quinza ga bisa di penuhi sama Tuhan. Tuhan punya rencana sendiri. dan pasti itu yang terbaik buat kita. buat Raka, dan buat Quinza pastinya. tapi yang paling Quinza ga suka, kenapa Raka ga pernah cerita kalo Raka punya penyakit jantung yang udah kronis? udah begitu parah dan ga bisa di tolong lagi. kenapa Raka nyimpen sendiri? apa Raka ga percaya kalo Quinza bakalan bisa bikin sebuah keajaiban dengan menemani Raka di saat terakhir di hidup Raka. apa Raka takut bikin Quinza sangat terpuruk? hhh. kalo itu yang Raka pikirkan, Raka salah besar. malah dengan keadaan Quinza shock mendengar kalo Raka punya penyakit yang Raka sembunyiin dari Quinza itu malah bikin Quinza semakin sakit. kenapa Raka ga biarin Quinza tau.. kenapa ga biarin Quinza nemenin Raka di akhir hidup Raka. kenapa Raka malah bikin Quinza menyesal atas KEBODOHAN ini? tapi sekarang Quinza bisa buat apa? Quinza cuman bsa menangisi kepergian Raka tanpa mengganti kesalahan yang pernah Quinza bikin. Kaa, udah cukup yah buat hari ini. kapan-kapan Quinza bakal main ke sini lagi.. *tersenyum*

seperti beberapa bulan yang lalu, Quinza menancamkan setangkai bunga mawar putih di dekat nisan Raka.

"Can you see? I can't forget you. I'm still drowning in grief. too bound by the past. can't see into the future. but I promise you. This last time I was like this. and I want you to know. that you are the most precious person I have ever had. I love so much. and the most meaningful to me. let your quiet in there. don't worry about my situation. I can stand alone and can continue this life. with love, Quinza Zevana" itulah kata-kata selanjutnya yang tercantum di secarik kertas yang tergantung di tangkai bunga mawar putih pemberian Quinza.

Quinza berbalik berjalan ke arah mobil dengan tidak sengaja melihat sesosok pria dengan wajah mirip dengan Raka menghampiri makam Raka. berlutut dan memanjatkan do'a dengan tenang lalu terlihat berbicara pada Raka dan menaburkan bunga 7 rupa di atas tanah peristirahatan terakhir Raka. pria itu tersenyum melihat Quinza lalu kembali menatap nisan Raka. Quinza kaget setengah mati melihat wajah pria itu sangaaaaaaaat mirip dengan Raka. Quinza menghampiri pria itu

Quinza: Raka?
Pria itu: Raka? gw bukan Raka. gw Arka.
Quinza: ohh, sorry. Arka, lo siapanya Raka? kalo boleh tau
Arka: gapapa. ha? hemm.. saudara kembarnya
Quinza what? *shocked*
Arka: kenapa?

Quinza berlari masuk ke dalam mobil. sebelum sampai di pintu mobil, Arka menarik tangan Quinza. hangat tangannya sama persis sama Raka, batin Quinza. 

Arka: kenapa? 
Quinza: gaaa, gw kaget aja. setau gw Raka ga punya saudara kembar
Arka: gaa, dia punya kembaran. dan kembarannya itu gw. Arka. lo siapanya?
Quinza: ha? hem, Quinza, pacarnya *tersenyum perih*
Arka: *tercekat*
Quinza: kenapa?
Arka: can you story about all.. 
Quinza: hem, boleh..


Arka dan Quinza duduk di sebuah bangku yang tersedia di pemakaman itu.
Quinza mulai menceritakan tentang apa yang sudah di lewatinya bersama Raka. Arka mendengarkan dengan seksama, sesekali bertanya tentang ini-itu dan tertawa.

Arka: ohh, jadi gitu.. berarti lo sayang banget dong sama kembaran gw itu
Quinza: sangat Ka
Arka: yeah, gw bisa liat itu.. dan gw udah punya feel kalo lo ada hubungan sama Raka.
Quinza: *tersenyum* boleh tanya sesuatu?
Arka: apa?
Quinza: kenapa kalian di pisahin? apa Raka tau kalo dia punya kembaran?
Arka: ga ada alasan yang jelas. yang tau alasan dengan baik itu si Raka. kalo tentang Raka tau kalo gw ada sih pasti tau, sering banget bandel berdua, hahaha *tertawa*
Quinza: hooh, kok Raka ga cerita yah? ck. haha, pasti seru banget deh!
Arka: pasti ada sesuatu makanya dia ga ngasih tau lo. seru parah! ckckck
Quinza: yeeaah, pastinya. hahaha. lo tinggal dimana selama ini?
Arka: *mengangguk* ha? di.. Ausie
Quinza: lumayan jauh.. hehe
Arka: *tersenyum* iya. sepertinya lo sayang banget yah sama saudara kembar gw?
Quinza: ha? hehe. ga bisa di pungkiri lagi memang iya. dan susah banget buat ngelupain dia. 
Arka: *mengangguk mengerti* sabar yah. gw juga sama kok kayak lo.. susah banget buat ngelupain..
Quinza: *tersenyum lalu menunduk* lo tau dari mana kalo si Raka meninggal? dan kenapa baru sekarang lo datengnya?
Arka: dari Oom di Ausie. ha? baru sekarang? haha. lo aja kali yang ga dateng beberapa bulan terakhir. gw selalu ada buat Raka setiap minggunya. selalu ngajak dia ngobrol. yaa, walaupun dia ga bakalan jawab pertanyaan gw.. hehe
Quinza: hooh *ceming. HA HA -,-"* iya, emang beberapa bulan terakhir gw ga kesini mulu. karena ada masalah
Arka: masalah? masalah apa?
Quinza: gw kecelakaan mobil. dan orang tua gw meninggal *tersenyum perih*
Arka: ohh, maaf maaf gw ga tau.. 
Quinza: haha, gapapa. santai aja 
Arka: hem, yaudah.. oh ya! gw duluan yah. gw masih harus ngurus kepindahan gw ke sini *tersenyum sembari berlalu di hadapan Quinza*

Quinza'pun bangkit dari duduknya lalu berjalan menghampiri mobilnya

Kakek: tadi Ana ngobrol sama siapa?
Quinza: ha? ohh, bukan siapa-siapa kok Kek. 
Kakek: ohaha. baiklah. kita pulang.
Quinza: yaah, jangan pulang Kek! *cemberut*
Kakek: lah? terus kemana?
Quinza: ke restoran laaaah~. Ana lapeeeeeeeeer. hahahaha *tertawa*
Kakek: huuh, dasar ini anak! ckckck. 

Kakek: Pak, berangkat. kita singgah di restoran dulu yah.. makan.
Supir: Baik, Pak.


mobil yang Quinza tumpangi perlahan-lahan menjauhi makam Raka. Quinza tersenyum. lalu memandang alam di sekitarnya melalui jendela mobil yang tidak tertutup. Quinza menghirup udara yang segar itu. 


makam Raka dan makam kedua orang tuanya berada di kaki bukit. jadi pemandangan, udara, dan lainnya masih begitu sejuk dan indah. Quinza merasa senang jika berada di alam yang seperti ini. 


***


saat sampai di rumah.....


Kakek: Ana..
Quinza: ya, Kakek.
Kakek: Kakek boleh tanya sesuatu?
Quinza: apa?
Kakek: Ana ga trauma sama sekali atas kejadian kecelakaan beberapa bulan yang lalu itu?
Quinza: hem, engga Kek. Quinza begitu yakin, kalau ini yang terbaik. Mama-Papa di panggil kepangkuan-Nya karena memang sudah waktunya. dan Tuhan, ga bakalan ngasih suatu cobaan yang berat kepada umat-Nya kalau umat-Nya itu ga sanggup. dan pasti Tuhan yakin, kalau Ana bisa ngadepin masalah itu. masalah yang mungkin berat, tapi harus di lalui. *tersenyum. menghela nafas*
Kakek: *hanya tersenyum lalu memeluk Quinza*


Quinza masuk ke dalam kamarnya lalu memulai keceriaannya lagi..
Quinza menelfon Dinta, Felix, dan Rizuka. 


Dinta: mau ngapain Za, kita di panggil ke sini?
Quinza: ayo kita hang out lagiiiiiiiiiii~ gw mau memulai keceriaan gw lagi. gw ga mau terikat oleh masa lalu. masa lalu itu hanya untuk di kenang bukan di ingat-ingat *mengerjapkan sebelah kelopak matanya lalu tersenyum* 
Felix: huaaaaaaaa, bagus deh kalo gitu! berarti ayo kita have fun agaaaaaaiiiiiin~ hahaha
Rizuka: *tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya*




mulai saat itu, kehidupan Quinza kembali seperti dulu lagi..
hidup Quinza sekarang di penuhi dengan keceriaan, kesedihan? ada, tapi tidak sebanding dengan keceriaan yang ia alami bersama para sahabatnya. 


"I promise now! I will not cry again! I must laugh, happy, and no longer cries. Life is so beautiful, so in vain if there was tears. Enjoy your life while you can. Crying? Go far away from my life: D. with laugh, Quinza Zevana" tulisan itu'lah yang tercantum di sebucket bunga mawar putih yang sempat ia beli sebelum pulang ke rumah. Quinza menaruhnya di atas balkon kamar tidurnya sebelum ia pergi bersama sahabat-sahabatnya.


"Life is so beautiful, so in vain if there was tears. Enjoy your life while you can" 

-The End- 

Finiiiiiiiiiiish~ udah ga ada lagi part-part selanjutnya. hehe :D 
thanks
masih bikin sendiri dan selalu begitu :P 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar